Sambil Naik Gunung, Photoshoot Prewedding Aja!

Jalur Sembalun

Saya dan suami kebetulan sama-sama suka naik gunung, makanya terlintas ide untuk sekalian aja kita foto-foto ala photoshoot prewedding pas naik ke Rinjani di bulan Mei 2016 waktu itu, meskipun dengan modal kamera HP seadanya karena memang kita tidak punya kamera DSLR atau mirrorless 😅. Tapi hasilnya lumayan oke kok, bisa dilihat sendiri di foto-foto yang saya share ini

Ini padang rumput di bukit terakhir jalur turun lewat sembalun
Muka pak suami yang udah mulai ga enak dilihat karena demam

Kalau yang ini foto dibuang sayang
Di foto-foto itu memang kami tidak make-up sama sekali jadi ya maafkan kalau muka kami pun muka-muka lelah ala kadarnya karena meskipun trek Rinjani banyak bonusnya - selain 7 bukit penyesalan loh ya, tetapi perjalanannya cukup panjang dan menguras energi.
Kami start dari pos sembalun jam 8 pagi dan baru sampai di camp plawangan sembalun jam 8 malam, itu pun isi tas keril kami sebagian besar sudah dibawa oleh porter. Kami - saya dan suami, termasuk rombongan yang pertama tiba sementara teman-teman kami bahkan ada yang baru sampai camp plawangan sembalun menjelang subuh.
Rata-rata mereka terhambat di 7 bukit penyesalan karena memang jalurnya menanjak terus dan benar-benar membuat kita menyesal karena rasanya bukit bukit ini nggak ada ujungnya. Kaki saya pun sempat cidera saat melewati jalur ini karena itu akhirnya kami memutuskan untuk tidak summit. Cerita selengkapnya bisa dibaca disini https://phinemo.com/mendaki-gunung-bersama-pasangan-untuk-melihat-kesetiaan/
jalur 7 bukit penyesalan
Jadi setelah memutuskan untuk tidak summit, pagi harinya kami tetap naik ke jalur summit setidaknya kami bisa merasakan trek pasirnya dan foto-foto di puncak punggungan demi mengobati perasaan kecewa pada diri sendiri, hehehe.
Jalur summit dari camp plawangan sembalun
Kalau waktu naik, kaki saya yang cidera dan cukup menghambat perjalanan nah waktu turun giliran Pak Suami yang terkena demam. Saya kira waktu itu hanya demam biasa karena kelelahan, ternyata saat sampai di Mataram dan diperiksa oleh dokter, demamnya 39 derajat. Sangat tinggi dan membuat saya panik.

Ini foto Pak Suami, muka demam plus kelelahan

Hal yang cukup menenangkan adalah semangat Pak Suami untuk tetap makan meskipun saya tahu demam setinggi itu pasti membuat mulut kita pahit nggak karuan.

Makanan ini dimasakin oleh porter-porter kita

Ditambah jalur pulang menuju pos sembalun harus melalui hutan pula, makin was-was lah saya dengan kondisi Pak suami yang sedang ngedrop. Tetapi alhamdulilah semuanya baik-baik saja sampai kita kembali ke Jakarta. Dan ternyata demam Pak Suami karena adanya cairan yang masuk ke daerah telinga dan terjebak disana. Kata dokter sih akibat tekanan udara yang berubah dalam waktu cepat, jadi katup antara telinga dan hidung yang sensitif membuat cairan itu masuk kemudian berakibat demam tinggi.
Ini hutan yang harus dilewati saat pulang menuju pos sembalun




  





No comments